Menu

Hasil, Capaian, dan Dampak: Serba-serbi Menikmati Inovasi Pendanaan Lewat Usaha Sosial

8 Juni, 2023

Berkaitan dengan artikel sebelumnya yang membahas orientasi usaha sosial dengan segala ciri khasnya,  artikel kali ini akan membahas beberapa istilah yang cukup sering kita temukan dalam tulisan strategi dan/atau evaluasi organisasi. Dari “output” atau hasil, “outcome” atau capaian, hingga “impact” atau dampak, merupakan istilah-istilah yang cukup sering dipakai organisasi untuk mengukur keberhasilan mereka dalam meraih keuntungan berbisnis.

Mengukur keberhasilan operasional usaha sosial sebagai bentuk aktivitas bisnis saja, dengan mengukur efektivitas usaha sosial sebagai salah satu sumber dana internal OMS adalah dua hal yang berbeda. Karena pada situasi pertama, usaha sosial menjadi salah satu upaya alternatif berbisnis dengan perspektif berbasis komunitas, “community-based enterprise”. Sedangkan pada situasi kedua, usaha sosial menjadi upaya “indie money scene” OMS dalam menjalankan dan melanjutkan misi sesuai dengan tujuan awal organisasi.

Mengacu pada situasi kedua ini, OMS dapat memetakan efektivitas berjalannya lini sosial dengan menggunakan ketiga istilah ini.

Referensi foto: https://blog.crisp.se/2019/10/16/christopheachouiantz/output-vs-outcome-vs-impact

Output sebagai Hasil Usaha Sosial

Masih banyak masyarakat umumnya salah kaprah dalam memahami istilah hasil (output) dengan istilah capaian (outcome) dalam bisnis, “output vs outcome”. Secara sederhana, output merupakan hasil yang berupa produk dan layanan dari organisasi secara kuantitas maupun kualitas.

Pada usaha sosial, penekanan output akan berkontribusi pada aspek capaian/outcome. Dalam hal ini, output menjadi To-Do(s) bagaimana OMS menjalankan lini usaha sosial sesuai dengan misi awal dan nantinya menghasilkan capaian nilai sosial yang sejalan.

Sebagai gambaran permisalan, terdapat OMS dengan misi pengentasan kemiskinan melalui upaya advokasi praktik dagang yang adil (fair trade practices). Maka, jika ingin menjalankan lini usaha sosial, mereka dapat bekerja sama dengan mitra produsen dari komunitas marginal.

Seperti upaya mendukung komunitas petani garam tradisional di Amed, Bali melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Garam Amed Bali, ini dapat bekerja sama memfasilitasi penjualan produk mereka dengan transaksi yang lebih adil untuk komunitas petani. Sehingga, output dari lini usaha sosial OMS ini berupa: penjualan produk dengan praktik dagang yang adil. Karena ada banyak alternatif pada praktik dagang yang adil sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan yang OMS dapat advokasikan misinya secara langsung melalui usaha sosial.

Outcome sebagai Capaian Usaha Sosial

Kami harap penjelasan singkat pada paragraf sebelumnya sudah memudahkan ya, karena dalam bahasan capaian atau outome sangat berkaitan erat dengan aspek output. Dalam penelitian Lumpkin et al. (2013), terdapat beberapa komponen outcomes, yaitu: menghasilkan nilai sosial, memuaskan beragam stakeholders, dan keberlanjutan solusi. Pemahaman dari ketiga komponen ini akan dijelaskan secara aplikatif dan sesuai konteks dari permisalan aktivitas OMS pada bahasan sebelumnya.

Masih menggunakan permisalan kasus di atas, jika ada sebuah OMS yang bergerak dalam pengentasan kemiskinan sebagai misi, setelah menjalankan lini usaha sosial, misi OMS tersebut akan menghasilkan nilai sosial yang lebih spesifik dan aplikatif. Dalam contoh kasus ini, OMS tidak hanya mengadvokasikan isu kemiskinan tapi juga menyediakan wadah untuk aktivitas perdagangan adil, karena melibatkan langsung masyarakat umum dan komunitas marginal yang sesuai dengan misi OMS. Kegiatan ini menjadi salah satu upaya penciptaan nilai sosial yang OMS lakukan, yaitu berupa perubahan perilaku masyarakat dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui kegiatan perdagangan adil dan praktik berkelanjutan.

Komponen outcomes berikutnya adalah upaya pemuasan beragam stakeholders, komponen ini menjadi pembeda yang jelas antara usaha sosial dan usaha konvensional. Dalam usaha sosial, stakeholders atau lengkapnya fiduciary stakeholders tidak sebatas kumpulan investor, karyawan, konsumen, pemasok, pemegang saham, dan lain sebagainya. Namun juga kelompok lain seperti, masyarakat umum, institusi pemerintahan, komunitas sekitar tempat usaha berlangsung, hingga kelompok penerima manfaat (beneficiaries) merupakan non-fiduciary stakeholders, maka kacamata usaha sosial memiliki kekuasaan, legitimasi, dan peluang yang setara bagi setiap komunitas stakeholder yang terlibat. Sehingga, berkaca dari permisalan kasus, OMS yang menjalankan usaha sosial tidak hanya menaruh fokus kepuasan pada fiduciary stakeholders seperti karyawan dan konsumen saja, tapi juga masyarakat umum serta kelompok penerima manfaat yang dalam kasus ini adalah mitra produsen dari kelompok marginal sebagai non-fiduciary stakeholders.

Terakhir, keberlanjutan solusi. Komponen yang saat ini mulai masuk ranah istilah populer di masyarakat umum. Implementasi dari keberlanjutan solusi ini menekankan 2 hal. Pertama, menjadikan aktivitas usaha sosial dengan perspektif yang bertanggung jawab dalam memanfaatkan sumber daya misal melalui aktivitas ekonomi sirkular. Kedua, menempatkan solusi perubahan sosial ke berbagai lapisan masyarakat, menjadi sebuah ‘tradisi’ baru pada masyarakat umum yang dapat membuahkan kebijakan atau aturan resmi. Kedua hal ini dapat menjadi upaya memastikan terjadinya perubahan sosial yang menyeluruh.

Dengan demikian, OMS yang menjalankan usaha sosial secara efektif menerapkan keberlanjutan solusi melalui praktik yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Lalu dapat merumahkan ide-ide solusi masalah sosial menjadi inovasi sosial yang teratur (systemic social innovation).

Impact, atau Tepatnya, Dampak Usaha Sosial

Sejalan dengan bahasan komponen terakhir dari outcomes usaha sosial di atas, impact sebagai dampak menekankan adanya pengaruh atau efektivitas eksplisit dari sebuah tindakan. Dalam usaha sosial, impact menjadi cara mengukur efektivitas usaha sosial secara konkret (tangible components) karena memiliki indikator yang jelas dan tertulis.

Komponen tangible ini pula yang membuat kita akhir-akhir ini sering menemukan istilah “impact”—dari “business impact”, “social impact”, “environmental impact”, hingga istilah “impact investing”, cukup menjamur bertebaran dalam situs resmi organisasi. Umumnya singgah dalam laporan evaluasi atau terdapat laman khusus yang secara runut menjelaskan berbagai impact yang organisasi raih.

Lalu, mengutip bahasan dari WEF bahwa terdapat 3 cara usaha sosial memberikan dampak: (1) meningkatkan kemungkinan, (2) meningkatkan keinginan, (3) meningkatkan penerimaan. Maka jika kembali merefleksikan permisalan sebelumnya, OMS dapat menggunakan usaha sosial sebagai cara memberikan dampak atau pengaruh sosial sejalan dengan misi awal OMS berdiri, berupa: (1) menampilkan bahwa praktik usaha sosial dalam hal ini melalui kemitraan fair trade dengan komunitas marginal itu mungkin dilakukan dan ini dapat menjadi inspirasi bagi pihak individu atau komunitas lainnya untuk berinovasi sosial, (2) membangun daya tarik dari praktik berkelanjutan yang tidak membatasi fokus pada keberlanjutan ramah lingkungan (environmentally sustainable/planet-focus) tapi juga memperhatikan aspek komunitas marginal dan edukasi pada konsumen serta masyarakat umum (socially & economically sustainable/people-focus & profit-focus), dan terakhir (3) menjadi agen perubahan sosial dengan secara aktif mengubah parameter praktik—terutama praktik bisnis—yang dianggap umum menjadi paradigma baru mengenai praktik bisnis yang adil sesuai dengan 3 dimensi praktik keberlanjutan (planet, people, and profit).

Selesai sudah serial artikel lini usaha sosial oleh OMS, terlebih mengenai serba-serbi menikmati inovasi pendanaan dari aktivitas OMS menjalankan usaha sosial. Harapan kami dari bahasan mengenai tahapan “akhir”—dari hasil, capaian, hingga dampak—adalah agar OMS tidak menjadikan lini usaha sosial sebatas salah satu sumber pendanaan dan memiliki skema indie money scene sendiri. Namun, OMS juga dapat melampaui angan tersebut sebagai upaya “impact investment” pada perkembangan OMS sendiri agar mampu meluaskan pengaruh dari tujuan dan maksud awal OMS berdiri dan hingga saat ini.

Referensi:

Social Innovation Community. (2012). “Systemic Innovation Report”. EU: Social Innovation Europe.

Debevois, N. D. (2019). “How Impact, Meaning, And Purpose Are Different (And Why You Should Care)”. Forbes.Lumpkin, G. T., Moss, T. W., Gras, D. M., Kato, S., & Amezcua, A. S. (2013). “Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different, if at all?”. Small Business Economics, 40, 761-783. https://doi.org/10.1007/s11187-011-9399-3

Share this page

facebook twitter linkedin whatsapp messenger telegram gmail outlook email

cross